Truk Perkasa sesuai namannya memang perkasa. Sayangnya karena tersandung persoalan, pabrik itu tak bisa memaksimalkan produksinya. Pabrik truk yang sebetulnya bukan melulu membuat truk itu merupakan industri hulu hingga hilir yang mampu membuat segala perkakas hingga mesin perang jika dikehendaki. Tapi ketika “dikandangkan” oleh BPPN, pabrik itu seperti mati enggan, hidup tak mau.
Ketika SH berkunjung ke lokasi pabrik di Desa Karang Mukti, Subang, Jawa Barat belum lama ini suasana layaknya sebuah industri tak terlihat. Tapi bukan berarti industri tersebut mati total. “Kami masih membuat truk dan bus berdasarkan pesanan. Dan itu semua permintaan dari negera-negara tetangga,” ujar Ben Sinivasan, Direktur Utama PT Wahana Perkasa Autojaya, anak perusahaan Group Texmaco.
Ditambahkan Ben, walau tidak banyak unit yang diekpor ke negara pemesan, namun prospeknya bagus. Sejak diluncurkan pertengahan tahun 1998, Perkasa belum banyak tampak di jalanan. Barulah TNI, Polri, serta sejumlah kecil perusahaan jasa transportasi yang sudah menggunakan. Apakah karena mutu truk tersebut diragukan sehingga populasinya kalah banyak dengan merek Jepang atau Eropa?
Menanggapi hal ini Ben tampak bersemangat bahwa Perkasa boleh diadu kualitasnya dan tak kalah dengan merek lain. Truk dengan kandungan lokal lebih dari 90 persen, menurut Ben, memiliki performa terbaik. Soalnya teknologi yang dipakai memakai lisensi dari pabrik pembuat truk ternama di dunia.Untuk mesin diesel, persneling, axle, Texmaco memperoleh lisensi dari Styer, Austria. Masih berkaitan dengan mesin, teknologi Cummings, Amerika Serikat (AS) juga diadopsi.
Selain itu, teknologi persneling Perkasa mengadopsi teknologi ZF dari Jerman di mana truk MAN sendiri telah menggunakannya. MAN adalah merek truk Eropa yang terkenal kehandalannya. Begitu juga dengan axle juga menggunakan teknologi Eston, AS. Sedangkan untuk bodi dan sasis, dipakai teknologi Leyland, Inggris. “Pendek kata, apa yang terbaik di dunia, ada pada Perkasa,” ujar Rippon Ruwi, General Manager PT Wahana Perkasa Autojaya.
Lagi-lagi pertanyaan yang muncul mengapa truk Perkasa belum juga menjadi tuan rumah di negeri sendiri yang punya pasar truk sekitar 10.000 unit/tahun ini? Mungkin karena kurang promosi, atau tak punya modal kerja lagi untuk menerobos pasar. Bisa juga karena pemerintah kurang menghargai produksi negeri sendiri. Dugaan yang mendekati kebenaran adalah karena perusahaan tersebut kini di-BPPN-kan, sehingga tak berkutik untuk unjuk gigi.
Padahal kemampuan yang dimiliki, menurut banyak pengamat, sungguh luar biasa. Pabrik tersebut mampu membuat alat pertanian, mobil murah, bahkan kendaraan militer (ranmil), kendaraan taktis (rantis), bahkan panser sekalipun.
“Membuat truk adalah keahlian kami,” tambah Rippon. Buktinya kemampuan dalam membuat mesin tekstil yang sangat mengutamakan tingkat presisi, menjadikan Grup Texmaco semakin lebih ringan dalam membuat mesin mobil. Pabrik yang dimiliki di Subang dan Kaliwungu, Jawa Tengah, memungkinkan untuk membuat berbagai pelat atau batangan logam dengan berbagai tingkat kekuatan dan bentuk.
Seruan agar mencintai produk atau produksi dalam negeri, tampaknya masih sebatas slogan. Hal ini bukan saja berkaitan dengan truk Perkasa keluaran Texmaco, tetapi juga di industri lain. Rippon sempat kesal dengan tim audit dari BBPT yang datang ke lokasi pabrik di Subang. Mereka bertanya sebelum melihat dan berkelililing pabrik sehingga pertanyaannya “aneh-aneh.” Melihat proses produksi Perkasa di Kaliwungu, Karawang, atau Subang, merupakan cara terbaik untuk bisa meyakini dan menaruh penghargaan lebih pada truk yang punya kandungan lokal tinggi ini.
SH sempat menjajal truk Perkasa di lokasi pabrik. Rasanya tak ada yang salah dalam truk ini tapi mengapa terpinggirkan di negeri sendiri?
Comments